STADIUM GENERAL ILMU HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI

Sebagai bagian dari ikhtiar intelektual dan penguatan peran akademik dalam membentuk pemahaman kritis terhadap dinamika hukum tata negara, Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi menyelenggarakan Stadium General bertajuk “Mahkamah Konstitusi dan Reformasi Hukum di Indonesia: Peluang dan Tantangan” bersama salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah konstitusional Indonesia modern, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.

Acara ini menjadi forum reflektif yang menggugah kesadaran hukum, etika, dan masa depan sistem kenegaraan Indonesia. Pembahasan tidak hanya terbatas pada aspek legalitas dan prosedural, tetapi merambah pada dimensi etik, ekologis, dan integritas konstitusional yang lebih mendalam.

SUBSTANSI UTAMA PEMBAHASAN:
Prof. Jimly menyampaikan bahwa reformasi kelembagaan belum selesai. Dua lembaga hasil reformasi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Komisi Yudisial (KY) perlu dievaluasi kembali urgensi, efektivitas, dan arah perannya.

  1. DPD belum mampu memainkan fungsi legislasi secara optimal; posisinya ambigu di antara legislatif pusat dan aspirasi daerah.
  2. KY menghadapi tantangan struktural dan yuridis dalam mengawasi etika hakim, seringkali tersandera tarik-menarik kewenangan dengan Mahkamah Agung. Prof. Jimly menegaskan: jika lembaga negara tidak memberikan nilai tambah signifikan, perlu dilakukan reorientasi fungsi atau bahkan penghapusan demi efisiensi tata kelola konstitusi.
  3. Kurikulum Hukum yang Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan. Prof. Jimly mendorong dunia akademik terutama Fakultas Hukum untuk tidak lagi hanya mengajarkan “legalitas prosedural”, tetapi juga “legalitas berwawasan etika dan ekologi.”Beliau memperkenalkan konsep:
    • “Green Constitution”: Konstitusi yang sadar lingkungan dan mendukung pembangunan berkelanjutan.
    • “Blue Constitution”: Konstitusi yang juga mencakup tata kelola sumber daya maritim dan kelautan secara berkeadilan.
    “Negara lain belum tentu berpikir sejauh ini,” ujarnya. Maka, Indonesia perlu tampil sebagai pelopor dalam mengarusutamakan hukum lingkungan dan keberlanjutan dalam pendidikan hukum nasional.
  4. Mahkamah Konstitusi, Judicial Ethics, dan Reformasi Etika
    Mahkamah Konstitusi tidak cukup hanya menjadi pengawal konstitusi secara hukum positif. Ia juga harus menjadi penjaga moral konstitusi.
    Peradilan etika bukan hanya tentang benar-salah, tapi juga baik-buruk. Harus ada sistem etika konstitusional yang dibangun dan ditanamkan secara simultan dalam semua lini jabatan publik. hukum tidak boleh terpisah dari nilai-nilai moral, integritas, dan kesadaran etik publik.
  5. Konstitusi Ekonomi dan Konstitusi Keadilan Sosial

Mengutip pemikiran James Buchanan, Prof. Jimly menyebut bahwa saat ini Indonesia harus mulai berpindah dari sekadar “political constitution” menuju “economic constitution” yang menata keadilan distribusi dan kesejahteraan rakyat.

“Konstitusi kita harus menjawab tantangan ekonomi, ketimpangan, dan keadilan sosial. Bukan hanya bicara pemilu dan partai politik semata.”

Beliau menekankan pentingnya mengintegrasikan pemikiran dari sistem negara-negara seperti Skandinavia dan Selandia Baru, yang berhasil memadukan stabilitas ekonomi dengan tata kelola demokratis.

  1. Hukum dan Etika: Menuju “Rule of Law & Rule of Ethics”

Prof. Jimly secara konsisten menolak pandangan sempit yang hanya menjadikan hukum sebagai alat kekuasaan. Beliau mendorong Indonesia untuk mengembangkan infrastruktur etika publik melalui:
• Kode etik jabatan publik
• Majelis Kehormatan Etika
• Perda etika di tingkat daerah
• Pendidikan etika di dalam kurikulum hukum
Prof. Jimly mengingatkan bahwa legalitas bukan satu-satunya ukuran kebenaran dalam negara hukum.
Kita harus berhenti menyederhanakan persoalan negara hanya dalam kerangka teokrasi, khilafaisme, atau prosedur elektoral konvensional.
• Perlu ada ruang tafsir konstitusi berbasis konteks budaya, adat, dan intuisi kolektif rakyat.
• Tidak boleh ada regulasi setingkat menteri atau perda yang mengatur hal-hal strategis negara, karena kedaulatan tetap ada di tangan rakyat dan harus dijaga melalui UU.
Stadium General ini menjadi ruang pembelajaran multidisiplin yang membuka wawasan mahasiswa dan dosen hukum bahwa konstitusi bukan sekadar teks, tapi juga jiwa bangsa.
Terima kasih kepada seluruh dosen, mahasiswa, panitia, dan peserta yang telah hadir dan antusias.
Mari bersama-sama menjadi penjaga integritas konstitusi, pengawal reformasi hukum, dan pelopor hukum yang berkeadilan sosial dan berwawasan lingkungan Tata Usaha hukum.