Dalam rangka memperingati 27 tahun perjalanan Reformasi, Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum menyelenggarakan Seminar Nasional bertema:
“Membangun Masa Depan yang Lebih Baik: Evaluasi 27 Tahun Reformasi dan Pentingnya Tata Ulang Sistem Konstitusi Negara Perubahan Ke-5 Melalui UUD 1945.”
Kegiatan ini menghadirkan para tokoh nasional di bidang hukum tata negara yang secara komprehensif membahas capaian, kegagalan, dan tantangan reformasi konstitusi sejak tahun 1998. Seminar ini bukan hanya menjadi ajang diskusi ilmiah, melainkan juga ruang untuk merumuskan masa depan sistem ketatanegaraan Indonesia secara lebih visioner dan konstitusional.
🔑 Keynote Speaker:
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.
(Guru Besar Hukum Tata Negara, Ketua Mahkamah Konstitusi RI Pertama, dan Tokoh Sentral Reformasi Konstitusi Indonesia)
📣 Narasumber:
• Prof. Dr. Agus Riewanto, S.H., M.Si.
(Akademisi, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret)
• Dr. Al Ghazali, S.H., M.Hum.
(Akademisi dan Praktisi Hukum Tata Negara)
- Evaluasi 27 Tahun Reformasi:
Prof. Jimly memaparkan bahwa sejak era Reformasi dimulai, Indonesia telah mengalami empat kali amandemen UUD 1945 (1999–2002) yang menghasilkan banyak kemajuan, termasuk pembatasan kekuasaan presiden, pemilihan umum yang demokratis, dan lahirnya berbagai lembaga negara baru seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Namun, menurut beliau, reformasi saat ini mengalami stagnasi bahkan kemunduran, ditandai dengan ketidakseimbangan antara cabang-cabang kekuasaan, lemahnya fungsi pengawasan, serta kecenderungan sentralisasi kekuasaan di tangan eksekutif. - Urgensi Perubahan Ke-5 UUD 1945:
Para narasumber menekankan bahwa perubahan ke-5 UUD 1945 bukan sekadar keinginan politik, melainkan kebutuhan sistemik untuk memperkuat kualitas demokrasi dan tata kelola negara. Salah satu sorotan utama adalah perlunya rekonstruksi sistem presidensial agar lebih stabil dan akuntabel, termasuk pengaturan ulang masa jabatan presiden, penguatan parlemen, dan reposisi lembaga-lembaga negara yang tumpang tindih atau tidak efektif. - Sistem Checks and Balances yang Lemah:
Narasumber juga menjelaskan bahwa pasca-amandemen keempat, sistem checks and balances di Indonesia masih lemah secara struktural. Hal ini tercermin dari minimnya kekuatan kontrol DPR terhadap pemerintah, lemahnya posisi partai politik dalam internal demokrasi, dan adanya kecenderungan pelemahan lembaga independen. Oleh karena itu, perubahan konstitusi harus diarahkan untuk membangun ulang desain lembaga negara dengan prinsip efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas. - Peran Mahasiswa dan Akademisi:
Narasumber mengajak seluruh elemen akademik, khususnya mahasiswa hukum, untuk tidak apatis terhadap isu-isu konstitusi. Perubahan UUD bukan semata-mata urusan elite politik, tetapi merupakan urusan bangsa dan rakyat, yang dampaknya langsung menyentuh sendi-sendi demokrasi, keadilan, dan hak asasi manusia.
Seminar ini menjadi kontribusi penting Fakultas Hukum dalam membentuk wacana perubahan konstitusi yang tidak hanya legal-formal, tetapi juga berbasis kebutuhan riil masyarakat dan cita-cita luhur reformasi. Melalui ruang diskusi ini, diharapkan lahir generasi intelektual muda yang kritis, progresif, dan memiliki keberpihakan terhadap masa depan demokrasi Indonesia. Terima kasih kepada seluruh pemateri, peserta, panitia, dan civitas akademika yang telah mendukung terselenggaranya acara ini. Semoga semangat reformasi senantiasa hidup dalam nalar dan tindakan kita semua. Aamiin….








